Mod gojek Ganyda 4.3.0

Bagi driver gojek yang mencari aplikasi modifikasi gojek driver atau istilah yang dikenal dengan mod gojek

Saya akan mengeshare aplikasi buatan ganyda..

Apk Ganyda yang akan saya share kali ini fitur-fiturnya tidak jauh beda dengan apk Ganyda yang sebelum-sebelumnya,

Untuk fitur-fitur yang terdapat pada apk ganyda yang baru adalah sebagai berikut:

1.Bypass Root
2.Bypass Xposed Installer
3.Bypass Mocklocation
4.Bypass Update
5.Seting Bid 6.Root & NonRoot Device
Download Button


Cara Install Apk Ganyda:

Full logout dari aplikasi gojek driver (klik tulisan MASUK DARI HP LAIN)

Hapus data aplikasi gojek driver

Lalu uninstall aplikasi gojek driver yang terinstall di HP sobat

Baru setelah itu install Apk Ganyda yang sudah sobat download tadi

Lalu login seperti biasa




Sumber

Fakta Tentang Pelatih Sementara Real Madrid , Santiago Solari

Real Madrid menjalani hasil bagus di bawah asuhan Santiago Solari. Bermain di kandang sendiri, Los Galacticos menang 2-0 atas Real Valladoid.
Hasil ini membuat Solari meraih kemenangan keduanya sejak mengisi posisi yang ditinggalkan Julen Lopetegui. Dalam laga debutnya, Real Madrid menang 4-0 atas Melilla di ajang Copa Del Rey.

Sama seperti Zinedine Zidane, Solari sebelumnya merupakan pelatih tim Real Madrid B. Ia ditunjuk menjadi pelatih sementara setelah Real Madrid memecat Lopetegui pekan lalu.
Lalu apa saja fakta menarik dari Solari. Berikut ulasannya seperti dilansir AFP.




Rekan Zidane

 

1. Rekan Satu Tim Zidane di Real Madrid
Santiago Hernan Solari bermain lima musim di Real Madrid (2000-2005) termasuk empat musim bersama Zidane, yang tiba pada 2001, selama era 'Galactico'.
Ia ikut merancang salah satu gol terbaik Zidane, tendangan voli yang terkenal melawan Leverkusen di final Liga Champions 2002. Secara total, Solari memainkan 167 pertandingan dan mencetak 16 gol untuk klub.

2. Pernah Bermain di Atletico Madrid
Lahir di Rosario, Argentina, Solari memulai karier sepak bolanya di River Plate. Ia berhasil memenangkan Piala Libertadores pada tahun 1996.
Pada tahun 1999 ia menyeberangi Atlantik untuk bergabung dengan Atletico Madrid. Sang gelandang merasakan kekecewaan karena terdegradasi ke divisi kedua sebelum Real mengaktifkan klausul pelepasannya untuk mengontraknya pada 2000.

Latih Real Madrid Castilla

 

3. Dari Keluarga Pesepak bola
Ayah Santiago, Eduardo Solari, adalah pemain profesional di Argentina sementara saudara-saudaranya David dan Esteban juga memiliki karier di sepak bola, sama seperti yang dilakukan sepupunya Augusto.
Pamannya, Jorge Solari, bermain di Meksiko dan dijuluki "El Indio", yang memberi Santiago Solari julukannya sendiri "El Indiesito", Indian Kecil.

4. Terpilih "Pemain Terseksi" Tahun 2002
Pada 2002, Solari menerima trofi "Pemain Terseksi Tahun Ini", yang diberikan kepadanya oleh pelanggan saluran Canal Spanyol.
"Saya berterima kasih kepada orang-orang yang memilih saya, tapi saya yakin itu dicurangi," katanya. "Kita lihat saja apakah saya ditawari karier lain di industri film ketika pensiun."

5. Karier Melatih Dimulai di Real Madrid
Solari memilih tetap di sepak bola setelah mengakhiri karier bermainnya. Dia melatih tim junior Real Madrid, sebelum mengambil alih Real Madrid Castilla pada musim panas 2016.
Mereka finis di posisi 11 dan kedelapan di Segunda B, divisi ketiga Spanyol, selama dua musim.
Sumber: Bola.net


 


Pretty Asmara Tutup Usia

 
Pretty Asmara merupakan seorang artis kelahihran  Lumajang, Jawa Timur, pada tanggal 27 September 1977.  Pretty merupakan seorang putri dari pasangan Paiman dan Siti Mutominah. Pretty mengawali kariernya dengan terjun dalam dunia entertainment sebagai pemain peran. Ia pertama kali menjadi artis lewat sinetron Dulung yang pada tahun 1996. Diawali dari sebuah ajang pemilihan bintang sinetron RCTI yang diadakan oleh sebuah radio di Yogyakarta dan Pretty berhasil keluar sebagai juara ke-3. Saat mengikuti workshop sinetron Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari di Gunung Kentos, Harry Capri datang untuk mencari pemain dalam sinetron Balada Dangdut. Dan akhirnya Balada Dangdut menjadi sinetron yang kedua bagi Pretty.
 
Tahun 1997 Pretty mengikuti casting sinetron Bias Bias Kasih produksi Indosiar dengan sutradara Pak Darsa dan Pak Karya. Memang hanya bermain dalam dua scene, tetapi dari sinilah kiprah Pretty yang sesungguhnya dimulai. Tepatnya Agustus 1998, Pak Edi Deronde memanggilnya untuk ikut casting sinetron anak-anak berjudul Saras 008. Sebuah peran antagonis yang kocak pun akhirnya berhasil didapat. Dari sinetron inilah nama Pretty makin dikenal masyarakat. Terbukti dari jumlah episode yang mencapai angka 250. Setelah itu, berbagai tawaran main sinetron pun mengalir padanya. Misalnya, sinetron Dendam Nyi Pelet, Di Balik Asrama, dan sebagainya. 
 
Riwayat pendidikannya diawali pada usia empat tahun, yaitu TK Muslimat lalu SD Inpres Dawuhan Lor 2, SMP Negeri I Sukodono, SMA Lumajang dan AMIKOM (Akademi Manajemen Informatika dan Komputer) Yogyakarta.  

Tanggal 04 November 2018 jagad hiburan tanah air kembali berduka, pasalnya artis yang mengidap obesitas ini ( Pretty Asmara ) menghembuskan napas terakhir pada pukul 06:00 WIB
Rumah Sakit Pengayoman. 

Kabar meninggalnya Pretty ini dibenarkan oleh kuasa hukumnya, Sahrul Romadana.

"Saya baru selesai berkabar dengan sahabatnya Kak Pretty, dan Kak Pretty telah meninggalkan kami para sahabat dan teman dekatnya," kata Sahrul Romadana saat dihubungi awak media, Minggu (4/11/2018).
"Meninggal jam 6 pagi hari ini," lanjutnya.

 Sebelumnya, Pretty Asmara sempat dilarikan ke rumah sakit pada awal September lantaran bermasalah dengan lambung dan hatinya. "Benar jam 06.00 WIB pagi ini (meninggal)," kata Sahrul.


Kondisi Pretty Asmara

Sudah setahun Pretty Asmara menjalani hukuman di penjara akibat kasus narkoba. Selama di penjara, kehidupan pesinetron Saras 008 itu jauh dari kata mewah.

Kabar terbaru, menunjukkan Pretty Asmara yang tengah jatuh sakit. Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, terlihat Pretty Asmara tengah terbaring di atas tempat tidur.
Wajahnya terlihat pucat, dan tubuhnya yang dulunya gempal jadi terlihat begitu kurus. Pretty Asmara tak lupa memohon doa agar pengobatannya dapat berjalan lancar.

"Teman-teman aku minta doanya. Aku lagi atit (sakit) hari ini mau di-USG, doain mudah-mudahan hasilnya bagus. Hasilnya normal jangan ada apa-apa," kata Pretty Asmara, 14 September 2018 lalu.


Minta Dijenguk

Pretty Asmara juga memberikan pesan khusus kepada teman-temannya. Artis 40 tahun ini berharap dapat segera dijenguk orang-orang terdekatnya tersebut.

"Yang belum jenguk, jenguk dong aku di sini. Enggak kangen apa sama aku? Sini dong," ucapnya kala itu.

 Apakah ini merupakan pesan terakhir yang disampaikan oleh Preety Asmara kepada sahabat - sahabatnya, sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

 







JUVENTUS Harus Tetap Fokus Menghadapi Empoli

Setelah euforia indahnya malam pertandingan di ajang Eropa ketika berhadapan dengan Manchester United di Old Trafford. Kini pemimpin klasemen serie A, JUVENTUS akan bertandang ke Stadion Carlo Castellani guna menghadapi empoli pada giornata 10 Serie A 2018/19, Sabtu (27/10). Pada giornata sebelumnya, satu gol Cristiano Ronaldo tak cukup bagi Juventus untuk mengalahkan Genoa. Juventus ditahan imbang 1-1 di Turin, dan terhentilah start sempurna mereka.

Hasil imbang yang JUVENTUS dapatkan di Serie A tidak merusak momentum Juventus. Dalam laga berikutnya, melawat ke Old Trafford untuk menghadapi Manchester United di Liga Champions, Juventus menang 1-0 lewat gol tunggal Paulo Dybala dan sukses meneruskan start 100 persennya di kompetisi tersebut.

Juventus bermain impresif dan sejatinya bisa saja menang dengan gol lebih banyak. Ronaldo juga berperan besar dalam kemenangan atas mantan klubnya.

Namun setelah euforia tersebut kini JUVENTUS harus kembali berkonsentrasi guna melanjutkan laga berikutnya menghadapi EMPOLI.

Laga Sabtu ini (27/10) di Stadio Castellani boleh jadi terlihat mudah di atas kertas karena tim asal Tuscany itu saat ini bertengger di tempat ke-18 klasemen, tapi pasukan Aurelio Andreazzoli cuma mendapat hasil yang lebih sedikit dari yang pantas mereka raih.
“Empoli memainkan sepakbola yang baik,” mulai Allegri. “Mereka berada di peringkat keempat dalam jumlah penguasaan bola di paruh lapangan milik lawan dan mereka tak penah kalah banyak di laga manapun. Ini akan jadi laga yang sangat tulis kecuali kami menggunakan pendekatan yang tepat.”

Bianconeri mencoba kembali ke jalur kemenangan di liga seteah kehilangan tiga poin untuk pertama kalinya saat menghadapi Genoa di laga terakhir – sesuatu yang Allegri rasa tidak layak. “Genoa pantas atas poin mereka itu karena mereka tetap fokus pada laga dan menghalangi kamu untuk memainkan permainan kami. Karena itulah, anda harus ingat bahwa anda tidak dapat memenangan setiap pertandinga. Mereka mencetak gol dari sebuah umpan silang yang tidak kami perhatikan karena kami kira bola sudah keluar lapangan dan ternyata tidak, dan [Krzystof] Piatek melepas tembakan di babak kedua. Itu adalah pertandingan yang mana kami kebobolan dari peluang lawan yang paling sedikit tapi kesalahan kerap terjadi.”

 “[Cristiano] Ronaldo akan turun bermain. Ia baik-baik saja saat ini. Kita akan melihat apa ia perlu beristirahat lebih panjang. [Giorgio] Chiellini juga dalam kondisi baik dan ia akan bermain. Entah Cancelo atau Alex Sandro akan diistirahatkan. Saya masih harus memutuskan soal Douglas Costa dan apakah kami akan bermain dengan dua pivot (pemain sayap). [Wojciech] Szczesny akan terus bermain di bawah mistar gawang tapi [Mattia] Perin akan mendapatkan kesempatannya di laga berikutnya. [Leonardo] Spinazzola juga akan berada dalam skuat kali ini secara terpisah sehingga ia bisa merasakan suasana hari pertandingan dan persiapannya lagi.”

Selain Ronaldo, Allegri juga memberikan sinyal akan memainkan Paulo Dybala yang mencetak gol kala menghadapi Manchester United hari Rabu (24/10) kemarin. Ia merasa pemain asal Argentina itu bisa memberikan bantuan.

"Dybala? Dia punya gol di kakinya," tambah eks nahkoda AC Milan tersebut.

"Dia masih belum mencapai kondisi terbaiknya, menurut opini saya, tetapi bagus bisa memilikinya dalam kondisi seperti ini. Dia bisa membantu kami," tandasnya.
Sebagai informasi, Empoli saat ini sedang menempati zona degradasi dan baru meraih satu kemenangan. Tetapi, skuat asuhan Aurelio Andreazzoli tersebut sempat menahan imbang AC Milan pada bulan September lalu


Hasil pertandingan nanti memang tidak akan mempengaruhi posisi Juventus. Akan tetapi, I Bianconeri harus tetap FOKUS jika ingin terus menjaga tren tidak pernah kalah pada musim ini.

Perkiraan susunan pemain


Empoli: Ivan Provedel; Giovanni Di Lorenzo, Domenico Maietta, Matias Silvestre, Luca Antonelli; Afriyie Acquah, Leonardo Capezzi, Rade Krunic; Miha Zajc; Francesco Caputo, Antonino La Gumina
Pelatih: Aurelio Andreazzoli

Juventus: Wojciech Szczesny; Joao Cancelo, Leonardo Bonucci, Medhi Benatia, Alex Sandro; Rodrigo Bentancur, Miralem Pjanic, Blaise Matuidi; Federico Bernardeschi, Cristiano Ronaldo, Douglas Costa
Pelatih: Massimiliano Allegri










Skuad Juventus pada laga frosinone vs JUVENTUS 07 Februari 2016


Klasemen Sementara Serie A Giornata 23


Cuplikan Pertandingan JUVENTUS vs genoa 04 Februari 2016

Streaming JUVENTUS VS genoa 04 Februari 2016

Streaming JUVENTUS vs genoa 04 Februari 2016 Pukul 02:45 WIB
Via yalla-shoot.com

Mengenal Apa Itu LGBT


Beberapa hari terakhir ini, di berbagai media marak diributkan soal polemik eksistensi LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender).

Sebenarnya apa itu LGBT?


LGBT atau GLBT adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.
Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender.

Maka dari itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili (contoh. "LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat semenjak tahun 1996).

Di Indonesia dalam beberapa hari terakhir ini, tersebar kabar akan kemunculan Lembaga konseling Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) di Universitas Indonesia (UI).
Banyak di antara kita yang menyikapi perilaku LGBT sebagai penyakit psikis atau biologis. Jasa yang ditawarkan oleh SGRC sebagai model konseling memang sah-sah saja. Bahkan, konseling terhadap penderita LGBT mutlak diperlukan demi satu tujuan, yakni mereka bisa sembuh dan kembali menjalani perilaku normal layaknya lelaki dan perempuan lainnya.

Disisi lain, kegiatan yang dijalankan oleh SGRC ini juga bertujuan memberikan informasi seputar soal orientasi seksual kepada publik. Selain itu juga bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada mereka yang mengalami preferensi seksual yang berbeda agar mereka bisa mempertahankan diri sehingga tidak tersudutkan dalam lingkungan sosialnya.

SGRC ini sempat menolak disebut sebagai komunitas yang mengampanyekan kepada seseorang untuk menjadi bagian dari LGBT, sebagaimana banyak diberitakan oleh media.Masalah lain yang timbul dengan kehadiran SGRC, adalah kelompok layanan konseling ini menyematkan salah satu nama kampus besar di Indonesia di belakang nama kelompok mereka Universitas Indonesia (UI): Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC UI).

SGRC sendiri sebenarnya bukanlah lembaga baru. Sebagaimana dinyatakan oleh para pengurusnya bahwa SGRC adalah lembaga kajian di bidang seksual. Sekalipun demikian, pihak kampus UI telah secara tegas menyatakan SGRC tidak memiliki izin resmi sebagai pusat studi, unit kegiatan mahasiswa di tingkat fakultas ataupun fakultas di lingkungan UI. Terlepas dari kesan lepas tangan persoalan administratif dari pihak kampus, masalah utama dalam konteks ini bukanlah legalitas kelompok. Tetapi yang patut kita perhatikan adalah keberadaan legalisasi LGBT di Indonesia.

Dalam konteks Indonesia, memang konstruksi sosial kita telah banyak dipengaruhi oleh pandangan-pandangan keagamaan, terutama agama Islam sehingga telah banyak mengarahkan konstruksi sosial kita tidak kohesif atas keberadaan mereka. Soalnya, kelompok yang memiliki orientasi seksual yang lain atau di luar kewajaran, selalu di pandang “sebelah mata” oleh hampir semua elemen masyarakat kita, termasuk elemen masyarakat berpendidikan





Jadwal Juventus Bulan Februari 2016 (revisi)


Laporan Pertandingan Chievo vs JUVENTUS




Juventus berpesta 4 gol di Stadio Marc'Antonio (kandang chievo Verona) tanpa balas pada Minggu 31 Januari 2016 pukul 18:30 Wib sore tadi.

Dengan hasil yang sangat fantastis ini, untuk sementara waktu Si Nyonya Tua ( julukan JUVENTUS) menyandang CAPOLISTA (pemuncak klasemen)

Hasil 4 gol ini ditorehkan antara lain oleh : Alvaro Morata (2), Alex Sandro dan Paul Pogba

Berikut Reviewnya :

Babak Pertama

Juventus langsung tancap gas sejak menit pertama meski bermain di markas Chievo Verona. Alex Sandro menjadi pemain pertama yang menebar ancaman ke gawang tuan rumah, tetapi sepakannya masih melambung.

Namun, tidak lama kemudian gawang Chievo akhirnya kemasukan, Si Nyonya Tua berhasil meraih keunggulan ketika umpan silang Lichsteiner diselesaikan dengan baik oleh Alvaro Morata.
Tim tamu tidak mengendurkan serangan usai gol cepat, Paul Pogba memiliki beberapa peluang melalui tembakan kerasnya, demikian juga dengan Paulo Dybala, tetapi performa Bizzarri lebih baik daripada menit awal hingga ia mampu menepis kans yang didapatkan bintang-bintang Juve.

Terus ditekan, Chievo baru mendapatkan peluang emas pertama saat laga berjalan 35 menit. Mendapatkan ruang, Rigoni melepaskan tembakan jarak jauh mendatar yang sayangnya masih dalam jangkauan Gianluigi Buffon.

Lima menit berselang, Morata mencetak gol keduanya untuk mengubah skor menjadi 2-0. Umpan Sami Khedira dengan tenang dikonversi menjadi gol oleh mantan pemain Real Madrid tersebut.
Di sisa waktu paruh pertama, Chievo masih belum bisa memecah kebuntuan, sementara Juve juga tidak berhasil memperlebar keunggulan.

Babak Kedua

Di paruh kedua, Chievo mencoba bermain lebih agresif, beberapa peluang langsung didapat melalui Inglese dan Radovanovic tetapi masih belum membuahkan hasil.
Lebih fokus menyerang, Chievo harus dihukum oleh Juventus setelah tim tamu sukses memanfaatkan kelengahan lini belakang mereka pada menit ke-61. Pogba yang menguasai bola di kotak penalti dengan cerdik mengirim umpan kepada Alex Sandro untuk dituntaskan menjadi gol.

Enam menit kemudian, giliran Pogba yang mencatatkan namanya di papan skor untuk mengubah skor menjadi 4-0. Pemain asal Prancis itu akhirnya menaklukkan Bizzarri usai merangsek ke kotak penalti sebelum melepaskan tembakan keras yang tidak bisa diantisipasi kiper.
Di sisa waktu, Juventus terus mempertahankan permainan agresif, Morata tampak bernafsu untuk melengkapi catatan golnya menjadi hat-trick, tetapi Bizzarri mampu menjaga gawangnya untuk tidak kemasukan lebih banyak gol lagi.

Susunan Pemain
Chievo Verona: Bizzarri; Cacciatore, Dainelli, Sardo, Frey; Castro, Radovanovic, Rigoni; Birsa; Inglese, Mpoku.
Juventus: Buffon, Barzagli, Bonucci, Caceres, Lichtsteiner, Khedira, Marchisio, Pogba, Alex Sandro, Dybala, Morata

Data Derby D'Italia

Juventus.com melihat kembali dari buku sejarah ke pusat data statistik Derby d’Italia untuk mengulas pertempuran di semi-final Coppa Italia malam nanti

 


KEUNGGULAN NYONYA TUA
Berbicara mengenai fakta bahwa pertemuan antara Juventus dan Inter malam nanti merupakan pertemuan ke 226 dalam seluruh format laga, sangat mudah dipahami mengenai sensasi dan ekspektasi di balik salah satu laga yang paling ditunggu-tunggu di Italia.

Tidak mengejutkan karenanya, jika Derby d’Italia merupakan salah satu pertemuan paling sering di sejarah Piala Italia (29) dan Bianconeri akan memasuki putaran pertama musim ini di Juventus Stadium dengan keunggulan lebih banya dari rival sejati mereka (9).

Kenyataannya, pemenang 10 kali Coppa Italia ini telah menyingkirkan Nerazzurri di tiga pertemuan semi-final sebelumnya dan berakhir dengan dua kali memenangkan trofi tersebut setelah menyingkirkan mereka, di 1937/38 dan 1982/83.

Ulangan dari catatan tersebut malam ini akan membuat era Massimiliano Allegri menjadi yang pertama untuk mengalahkan Inter di pertemuan Coppa sejak 1992 setelah menyingkirkan mereka melalui adu penalti usai dua kali hasil imbang 2-2 di 2003/04 sebelum kalah dari Lazio di final.

Tidak seperti tim lainnya bagaimanapun juga, tim asal Milan ini memlik rekor impresif akhir-akhir ini di kandang juara bertahan, dan akanberusaha membuat perjalanan singkat mereka ke timur kali ini untuk mencatatkan kemenangan ketiga mereka di empat laga Coppa terakhir di Turin.
Rekor tersebut akan tetapi, berbanding terbalik dengan rekor tandang mereka secara keseluruhan di turnamen: kemenangan pekan lalu melawan Napoli merupakan yang pertama sejak 2012/13.
KEMAJUAN DAN KEMUNDURAN

Tidak puas dalam bertarung semata-mata untuk Scudetto musim ini, kedua tim berada dalam performa tak terbendung di laga 16 besar dan perempat final mereka, sama-sama mencetak 10 gol tanpa kebobolan.

Pasukan Massimiliano Allegri dapat maju satu langkah lebih jauh dari pada tamu malam ini dalam statistik bertahan, setelah tidak membiarkan satupun tembakan mengarah gawang Neto di dua laga sebelumnya untuk memastikan langkah mereka ke penampilan keempat di semi-final Coppa Italia dalam lima musim terakhir.
Oleh karena itu, buka panduan penampilan tampaknya memberikan kesan bahwa selalu terjadi gol di pertemuan keduanya, terlepas dari hasil ketat 0-0 di San Siro pada Oktober lalu: kedua tim mencetak gol di 12 dari 13 pertemuan semi-final sebelumnya yang melibatkan Juve sementara Inter mencetak gol di tujuh semi-final beruntun.


Sebagai tambahan, enam pertemuan sebelumnya antara Bianconeri-Nerazzurri di Coppa Italia telah menghasilkan 22 gol, empat diantaranya memperlihatkan tim tamu mencetak setidaknya dua gol.

PEMAIN YANG AKAN MEWUJUDKANNYA
Berbicara mengenai gol-gol, laga malam nanti akan memberikan kesempatan lebih bagi Bianconeri dan Nerazzurri untuk memperpanjang catatan rekor pribadi mereka, tidak lain dari pada Paulo Dybala, yang  mana gol penentu kemenangannya melawan Roma pada hari Minggu merupakan gol ke-13 nya di seluruh kompetisi musim ini.







Sang pemain Argentina harus menanti untuk menyamai statistik lebih menakjubkan dari Mario Mandzukic akan tetapi, sebagaimana mantan penyerang Bayern Munich tersebut membutuhkan satu gol lagi malam nanti untuk menjadi satu-satunya pemain Juventus yang mencetak gol di Serie A, Liga Champions, Piala Super Italia dan Coppa Italia musim ini.

Sedangkan bagi Inter, rekan sesama Amerika Selatan Mauro Icardi, akan menatap untuk mencetak gol ketujuhnya di tujuh pertemuan melawan Juventus; Icardi telah mencetak gol ke gawang Nyonya Tua lebih banyak dari pada ke gawang tim Serie A lainnya.

 Sumber











Tantang Juventus, Inter Bawa Skuad Terbaik



Pelatih Inter Milan, Roberto Mancini akan membawa skuad terbaiknya untuk menantang Juventus pada leg pertama semifinal Piala Italia, yang akan berlangsung pada Kamis dini hari nanti (28/1/2016) di Juventus Stadium.

Mancini akan membawa 24 pemain terbaiknya termasuk Rodrigi Palacio, Mauro Icardi, dan Steven Jovetic. Ketiga nama tersebut sempat dikritik Mancio karena penampilan mengecewakan saat ditahan imbang Carpi 1-1 akhir pekan kemarin.

Hanya satu nama yang tak masuk dalam skuad Inter, yakni Fredy Guarin. Pemain asal Kolombia itu tengah santer diisukan akan segera hijrah ke klub Tiongkok, Shanghai Shenhua.

Meskipun Ivan Perisic dikabarkan dalam kondisi tidak 100 persen fit, namun Mancini tetap membawanya dalam skuad.

Berikut skuad lengkap inter untuk menghadapi JUVENTUS

Kiper: Samir Handanovic, Juan Carrizo, Tomasso Berni

Bek: Juan Jesus, Alex Telles, Martin Montoya, Davide Santon, Andrea Ranocchia, Jeison Murillo, Miranda, Danilo D'Ambrosio, Yuto Nagatomo

Gelandang: Geoffrey Kondogbia, Gary Medel, Assane Gnoukouri, Marceloa Brozovic, Felipe Melo

Penyerang: Rodrigo Palacio, Mauro Icardi, Stevan Jovetic, Jonathan Biabiany, Adem Ljajic, Ivan Perisic, Ray Manaj


Del Bosque: Morata Harus Bekerja Lebih Keras Lagi Bersama Juve



Pemain Juventus, Alvaro Morata, diminta untuk bekerja lebih keras lagi bersama Juventus oleh pelatih timnas Spanyol, Vicente Del Bosque.

Bersama Juventus musim ini, Alvaro Morata baru mencetak tiga gol di semua kompetisi yang diikuti I Bianconeri.


Meskipun demikian, peluang Morata untuk membela Spanyol dalam gelaran Piala Eropa 2016 masih terbuka lebar. Mengingat Vicente Del Bosque lebih tertarik untuk menurunkan pemain muda dalam ajang tersebut.

Namun, pemain berusia 23 tahun itu diminta bekerja lebih keras lagi bersama I Bianconeri, untuk memastikan dirinya dibawa ke Prancis Oleh Del Bosque.

"Dia bermain, berpartisipasi hampir di semua laga untuk Juventus, Meskipun tidak dalam waktu lama," kata Del Bosque berbicara kepada Goal.

"Jika tidak sebanyak tahun lalu. Itu bisa mempengaruhi dia? Ya tentu saja. Kami harus melihat kompetisi dimana para pemain yang kami miliki berlaga, dan tidak terlalu jauh untuk ke masa depan, tetapi hanya dalam waktu dekat, kira-kira sampai Juni," tambahnya.

Dybala Tetap Setia Kepada Juventus, Meski Diminati Barcelona

Paulo Dybala saat ini tengah gencar dikaitkan dengan. Terkait rumor tersebut, Dybala membantah seraya menegaskan kesetiaannya berseragam Juventus.

Dybala mampu menjawab ekspetasi tinggi yang diberikan kepadanya menyusul harga belinya yang mencapai 40 juta euro dengan tampil menawan di musim ini meski baru gabung dari Palermo.


Sangatlah wajar Dybala menjadi incaran banyak klub-klub besar Eropa jika melihat penampilannya seperti ini. Salah satu klub yang meminati adalah Barcelona, Barcelona ingin menduetkan dengan Lionel Messi. Bahkan demi menunjukkan keseriusannya, Barca sudah mengirim sekretaris teknik klub, Victor Fernandez, untuk menonton langsung aksi Dybala saat membawa Juve mengalahkan AS Roma akhir pekan kemarin. 

Terkait rumor tersebut, Dybala menegaskan dirinya belum berpikir sama sekali untuk meninggalkan Juventus Stadium saat ini.

"Fans tidak usah khawatir soal kehadiran pemandu bakat Barcelona. Saya bahagia di sini, saya baru tiba di klub enam bulan lalu dan tak berpikir untuk pergi," ujar Dybala seperti dikutip Football Italia.

"Saya lebih bahagia saat ini dengan apa yang saya lakukan, saya merasa seperti di Palermo," sambungnya.



 

Tugas Berat Mancini di Juventus Stadium


Milan - Pelatih Inter Milan, Roberto Mancini, punya tugas berat menanti di Juventus Stadium tengah pekan ini. Selain menghentikan laju Juventus, Mancini juga harus membawa Nerazzurri menang demi menuntaskan rentetan hasil buruk.

Mancini tengah mengalami situasi tak mengenakkan belakangan ini setelah menurunnya penampilan Inter. Mereka hanya menang tiga kali dari delapan pertandingan terakhirnya, yang membuat mereka tergeser dari puncak klasemen dan kini ada di posisi keempat klasemen, selisih enam angka dari Napoli di puncak.

Belum tuntas permasalahan tersebut, Mancini harus dihadapkan pada tugas berat tengah pekan ini kala Inter harus melawat ke markas Juventus pada leg pertama semifinal Coppa Italia, Kamis (28/1/2016) dinihari WIB besok.

Pasalnya Juve kini justru dalam tren bagus usai start buruk mereka di awal musim. Sebelas kemenangan beruntun didapat yang membuat Bianconeri kini duduk di posisi kedua klasemen.

Inter mau tak mau harus bisa menahan laju "Si Nyonya Besar" itu. Karena hanya kemenangan yang bisa mengembalikan kepercayaan diri para pemain demi memperbaiki posisi di klasemen saat ini. Kemenangan juga akan memuluskan langkah Inter ke final mengingat mereka akan jadi tuan rumah di leg kedua 1 Maret mendatang.

"Sayangnya ada beberapa kesempatan di mana segalanya tidak berjalan baik untuk Anda dan itu bukan karena para pemain tampil buruk," ujar Mancini kepada Inter Channel.

"Kami berlari kencang di awal musim ini. Beberapa tim justru kesulitan dan kini kami sedikit mengalami masalah," sambungnya.

"Mari kita coba untuk segera keluar dari periode ini secepatnya dan menorehkan rentetan kemenangan untuk membawa kami menapak naik klasemen. Kami harus tetap tenang karena kami bisa melakukan itu."

"Anda pastinya akan bertemu tim-tim kuat ketika sudah mencapai semifinal. Laga ini bakal berjalan lebih dari 180 menit, jadi kami harus tampil sebaik mungkin untuk mendapatkan hasil bagus di leg pertama dan punya peluang lolos ke final di leg kedua," tutup Mancini.

 Sumber

De Rossi: 'Maaf Mandzukic'




Gelandang Roma Daniele De Rossi meminta maaf atas "pelanggaran menyebabkan" dengan penghinaan ke arah striker Juventus Mario Mandzukic.Selama kemenangan 1-0 Bianconeri Minggu, De Rossi tertangkap kamera jelas bertujuan penghinaan di Mandzukic, yang termasuk istilah ofensif 'gipsi.'Setelah sudah ditengahi perdamaian antara bertikai Inter dan Napoli Pelatih Roberto Mancini dan Maurizio Sarri, acara TV Le Iene campur tangan lagi. 


"Anda melihat apa yang terjadi," mengaku De Rossi. "Saya tertangkap kamera ketika aku sedang mengucapkan kalimat yang saya harus sudah dihindari mengatakan. 

"Ini bukan pertama kalinya hal ini telah dikatakan dan setiap sekarang dan kemudian hal itu terjadi di lapangan ... Ini bukan pembenaran untuk mengatakan bahwa pemain saling memanggil segala macam hal di lapangan dan selama 90 menit setiap nada dibawa turun . 

"Saya seharusnya tidak mengatakan itu, atau setidaknya sebagai Pelatih mengatakan, menutupi mulut saya! Saya ingin minta maaf kepada siapa saja yang merasa tersinggung oleh frase saya. " 

De Rossi ditanya apakah ia membutuhkan pelajaran dari Antonio Cassano, yang selalu berbicara dengan tangannya di atas mulutnya selama pertandingan. 

"Cassano adalah master sabuk hitam itu!"


Dybala pastikan kemenangan ke-11 secara beruntun

Paulo Dybala cetak gol penentu kemenangan di menit ke-77 demi raihan poin maksimal melawan Roma dan kemenangan ke-11 di liga bagi Bianconeri.

Paulo Dybala sekali lagi menjadi bintang saat Bianconeri akhirnya berhasil menembus pertahanan Roma untuk mencatatkan kemenangan ke-11 di Serie A pada Senin dini hari (25/1) di Juventus Stadium.

Dalam pertarungan sengit dengan tim asuhan Luciano Spaletti yang memang nampak harus ditentukan oleh sebuah momen brilian, Dybala, seperti yang terjadi beberapa kali musim ini, mencetak skor di bagian akhir pertandingan sehingga koleksi golnya kini menjadi 14 di semua kompetisi musim ini, sekaligus mengamankan tiga poin penting dalam upaya timnya memburu gelar scudetto kelima secara berturut-turut.

Namun demikian di babak pertama yang berakhir tanpa gol Bianconeri masih memperlihatkan sejumlah karakter permainan yang secara bebas mengalirkan bola dari sebuah tim yang penuh percaya diri setelah meraih sepuluh kemenangan beruntun. Dybala  seperti biasa tampil dengan naluri membunuhnya dan memaksa Wojciech Szczesny melakukan dua penyelamatan, namun tuan rumah tetap tak mampu menuai hasil dari peluang-peluang berharga yang tercipta sebelum jeda paruh waktu.

Babak kedua terlihat sama sepinya, meski Juventus bisa saja meraih keunggulan di menit ke-69 ketika Patrice Evra berhadapan satu lawan satu dengan kiper lawan, namun Szczesny dengan baik mengarahkan badannya ke arah bola hasil tendangan sangat keras pemain Perancis itu.
Namun delapan menit kemudian, publik Juventus Stadium terhenyak ketika umpan cerdas Paul Pogba diterima Dybala, yang dengan dingin mengarahkan bola hingga melewati Szczesny sehingga tuan rumah pun melesat dengan selisih dua poin dari pimpinan liga, Napoli, di tabel klasemen.
Sebagaimana sering terjadi di pertandingan-pertandingan sepenting ini, kehati-hatian kedua tim melahirkan lima menit pembuka yang ketat sebelum Leonardo Bonucci, pencetak gol kemenangan laga ini tahun lalu, melepas tembakan pertama Bianconeri dari jarak 28 meter, tembakan yang tepat mengarah ke jangkauan Szczesny.

Juventus kemudian menambah kecepatan, dengan Dybala secara khusus menimpakan sejumlah kesulitan di lini bertahan Roma. Sang pemain depan Argentina membuat Szczesny melakukan penyelamatan kedua dalam waktu singkat melalui sebuah tendangan bebas berbahaya dari pinggir kotak penalti.
Percobaannya selanjutnya, sebuah bola menggantung cantik di atas kiper asal Polandia itu, hanya menyentuh mistar gawang sebelum hakim garis mengangkat benderanya karena Dybala terlebih dahulu offside.

Di menit ke-23 Evra juga turut beraksi di area serang, melesakkan dua tembakan yang melintas di depan gawang, yang pertama diblok, yang kedua hampir mampu dijangkau Pogba, hanya saja pemain tim nasional Perancis itu terjebak dalam posisi offside.
Beberapa saat kemudian, sang gelandang mengarahkan umpan silangnya ke kotak penalti agar dapat diterima Stephan Lichtsteiner yang berlari ke dalam, namun umpannya jauh melambung.
Setelah 25 menit yang cukup sengit, nampaknya biasa jika kemudian diikuti dengan 15 menit yang lebih tenang, sebab Giallorossi mulai menemukan permainan mereka, namun penyelesaian akhir mereka buruk, ketika Alessandro Florenzi melepas tembakan yang jauh melebar dan melambung padahal posisinya memungkinnya untuk menembak lebih baik lagi.

Menjelang akhir babak pertama, Dybala hadir dengan tendangan bebas lainnya di wilayah berbahaya, namun tembakan pemuda 22 tahun itu terlalu mengarah ke tengah sehingga tidak menyulitkan Szczesny.
Babak kedua dimulai dengan kondisi serupa seperti akhir babak pertama, dimana hanya sedikit aksi di mulut gawang hingga, di menit ke-64, Radja Nainggolan melepas tembakan dari dalam kotak penalti yang berubah arah ke atas mistar.

Baru masuk beberapa detik menggantikan Lichtsteiner, Juan Cuadrado mencoba peruntungannya dari jarak jauh, memaksa Szczesny melakukan hadangan yang baik, yang bahkan di menit ke-69 kembali melakukan penyelamatan impresif terhadap tembakan sangat keras Evra, sang pemain Perancis itu melepaskannya tepat ke gawang setelah pergerakan bola yang manis di sekitar area penalti lawan.

Peluang terbaik pada laga itu nampak tak kunjung datang, namun Bianconeri terus menekan dan tekanan mereka terbayar delapan menit kemudian, ketika Pogba meluncurkan sebuah umpan sempurna kepada Dybala dan pencetak gol terbanyak Juve itu tanpa kesalahan menggulirkan bola dengan tepat hingga melewati Szczesny yang tak mampu lagi menghadang.

Ketika sudah unggul, anak asuh Massimiliano Allegri selalu terdorong untuk mempertahankan keunggulan mereka dan, setelah sempat terancam oleh tendangan bebas Miralem Pjanic di menit ke-69 yang ditepis ke atas mistar gawang Buffon, mempertahankan tiga poin penting dalam upaya mereka mempertahankan gelar juara, yang dilanjutkan dengan lawatan hari Minggu depan (31/1) ke markas tim papan tengah, Chievo.


 Sumber






Sejarah Juventus




1897 AWAL MULA

Dari Bangku Cadangan Pemain
Setiap legenda mempunyai cerita dimana pada suatu hari yang cerah, tepatnya 1 November 1897, sekelompok pemuda dari daerah Liceo D’Azeglio yang tengah duduk di bangku pemain di Corso Re Umberto memutuskan untuk membentuk tim olah raga dengan berfokus kepada permainan sepakbola. Mereka ini hanyalah sekelompok anak-anak yang saling berteman dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bersama dan bersenang-senang serta melakukan berbagai hal positif. Lalu, mereka merencanakan untuk bermain sepakbola di sebuah taman besar bernama Piazza d’Armi, dimana tempat ini biasa digunakan untuk lari dan berkuda. Selain itu, karena tempatnya yang cukup luas, tidak sulit bagi mereka untuk menemukan tempat bermain sepakbola di sana.
Itulah kira-kira gambaran kisah yang diceritakan oleh salah satu pendiri klub, Enrico Canfari: “Kami dulu menganggap perlu untuk bentuk sebuah tim dan kami memutuskan hal itu saat musim salju di tahun 1897.” Itulah kira-kira kisah awal terbentuknya Juventus, walau kisahnya sedikit kurang jelas, mungkin dikarenakan markas Canfari bersaudara di 42 Corso Re Umberto, tempat awal pertemuan memang sangat gelap.;. Usia mereka rata-rata 15 tahunan, yang tertua berumur 17 dan lainnya di bawah 15 tahun. Setelah itu, hal yang mungkin tidak jadi masalah sekarang ini tapi merupakan hal yang terberat bagi pemuda-pemuda tersebut saat itu ialah:mencari markas baru! Canfari bersaudara memutuskan untuk mencarinya sendiri dan akhirnya mereka menemukan salah satu tempat; sebuah bangunan yang memiliki halaman yang dikelilingi tembok, mempunyai 4 ruangan, sebuah kanopi dan juga loteng dan keran air minum.

Canfari, Ketua Pertama
Selanjutnya, Canfari menceritakan tentang bagaimana terpilihnya nama klub, segera setelah mereka menemukan markas baru. Akhirnya, tibalah pertemuan untuk menentukan nama klub dimana terjadi perdebatan sengit di antara mereka. Di satu sisi, pembenci nama latin, di sisi lain penyuka nama klasik dan sisanya netral. Lalu, diputuskanlah tiga nama untuk dipilih; “Societa Via Port”, “Societa sportive Massimo D’Azeglio “, dan “Sport Club Juventus”. Nama terakhir belakangan dipilih tanpa banyak keberatan dan akhirnya resmilah nama klub mereka menjadi “Sport Club Juventus”.
Eugenio Canfari, kakak dari Enrico Canfari yang mengisahkan kepada kita asal-usul klub di atas. Setelah itu, markas klub berpindah tempat di Via Piazzi 4, distrik Crocetta, sebuah bangunan dengan 3 ruangan.

1898 - 1905 DARI MULAI TERBENTUK HINGGA SCUDETTO PERTAMA
Seragam Merah Jambu
Juventus akhirnya resmi terbentuk. Sekali lagi, Enrico Canfari menceritakan kenangannya saat memainkan pertandingan pertamanya. Torino FC, klub sekota mengundang mereka melakukan pertandingan persahabatan. Awalnya, mereka tidak mengira sebuah klub terkenal mengajak mereka bertanding, namun pertandingan akhirnya dilaksanakan. Hasilnya bisa ditebak, tim Juve kalah telak! Namun permainan individual - karena mereka fokus berlatih dengan bola secara individu - mereka dipuji lawan. Segera setelah melalui pertandingan pertama, juga telah menemukan susunan sebelas pemain tetap, mereka mulai mulai rutin bertanding sampai pada suatu waktu mereka membentuk sebuah turnamen untuk membuktikan kapasitas mereka di Turin. Akan tetapi, masalahnya mereka saat itu belum mempunyai seragam klub. Selain itu, sulit untuk memilih bahan yang akan dipakai, apakah terbuat dari katun, flannel, atau wol. Sampai pada akhirnya, mereka memilih memakai kostum dari bahan katun tipis dan halus berwarna merah jambu yang mereka kenakan hingga tahun 1902, kostum yang terlupakan seiring berjalannya waktu.
Di tahun 1899, klub berganti nama menjadi Juventus Football Club. Mulai tahun 1900, mereka ambil bagian dari liga professional. Pertandingan resmi pertama mereka adalah saat kalah dari FC Torino pada tanggal 11 Maret. Di tahun 1901, mereka berhasil mencapai semifinal dan di tahun 1903 dan 1904, mereka kalah dari Genoa di final.

Juara Italia
Tahun 1905 adalah momen ajaib bagi tim putih-hitam-warna dari seragam klub yang mengadopsi warna Klub Inggris, Nottingham, yang popular sampai sekarang. Durante berada di posisi penjaga gawang; Armano dan Mazzia di posisi bek sayap; Walty, Goccione, dan Diment sebagai bek tengah; Barberis, Varetti, Forlano, Squire, dan Donna berada di baris penyerangan. Setelah menjuarai grup Piedmont, mereka kandaskan Milan dua kali dan menahan seri Genoa, yang hanya bermain imbang dengan Milan, untuk menjadi juara Italia dan berada di atas tim-tim dari daerah Liguria. Pada waktu itu istilah scudetto belum diperkenalkan, namun Federasi Sepakbola Italia memberi mereka pelat juara.
Alfred Dick adalah pimpinan klub saat itu sekaligus sebagai penyandang dana. Secara keseluruhan tim menjadi lebih kuat, sebagian besar akibat pengaruh pemain asing yang bekerja di pabrik tekstil miliknya. Tim ini hampir saja memenangi title kedua di tahun 1906, namun mereka tidak bersedia tampil di final melawan Milan sebagai bentuk protes mereka karena pertandingan tersebut dilakukan di Milan bukan di tempat netral seperti keinginan mereka. Selain itu, banyaknya pemain asing di tim membuat suasana kurang harmonis dan kepemimpinan Dick mulai dipertanyakan hingga ia memutuskan untuk hijrah ke Torino serta membawa beberapa pemain yang menjadi teman dekat dirinya.

1906 - 1923 SEBELUM DAN SESUDAH MASA PERANG DUNIA I
Tahun-tahun sulit
Setelah merengkuh gelar pertama, dimulailah masa-masa sulit bagi klub. Chairman Dick meninggalkan posisinya diikuti para pemain asing mereka yang memaksa klub merevisi target. Saat itu, keadaan klub sangat buruk dan mereka juga kedatangan lawan tangguh baru yaitu tim Pro Vercelli dan Casale. Kedua klub tersebut menjadi lawan menakutkan dan saling bersaing merebut posisi teratas. Musim 1913/1914 adalah musim terakhir sebelum masa Perang Dunia I. Musim selanjutnya lebih buruk dimana pada musim itu kompetisi ditunda pada 23 Mei 1915 karena Italia ikut ambil bagian dalam perang.

Majalah “Hurra Juventus” diterbitkan

Beberapa pemain dan official juga terjun dalam perang antar Negara itu dan kebanyakan dari mereka gugur atau menghilang. Untuk tetap mengetauhi keberadaan mereka, dibuatlah majalah “Hurra Juventus” yang ditulis oleh seorang editor, Corradino Corradini. Sampul majalah memperlihatkan moto: “Kemenangan akan menjadi milik yang terkuat dan percaya akan kekuatannya.”
Perang berakhir pada 11 November 1918 dan klub kehilangan beberapa pilar penting dalam perang itu namun keinginan untuk menang masih tetap hidup. Pada 12 Oktober 1912, klub kembali ke lapangan pertandingan untuk mengikuti kompetisi liga. Saat itu, Juventus diperkuat sang kiper, Giacone-yang tidak lama kemudian dipanggil masuk ke timnas Italia-kiper legendaris yang merupakan pemain Juventus pertama dalam sejarah yang dipanggil timnas Italia. Selain kiper, ada dua full back, Novo dan Bruna yang mempelopori duet bek tangguh dan diikuti oleh duet lainnya mulai dari Rosetta-Caligaris sampai Foni-Rava. Selain mereka, kekuatan tim juga bergantung kepada determinasi yang diperlihatkan Bona dan Giriodi. Semua pemain tersebut memberi kekuatan pada tim untuk meraih hasil maksimal, seperti kemenangan atas Casale pada 7 Maret 1920. Selain itu, mereka juga berhasil meraih hasil maksimal saat mengalahkan Genoa pada babak final Grup Utara, pada 16 Mei yang ditandai dengan hattrick dari Bona walau saat itu mereka tidak berhasil menjuarai Liga yang jatuh ke tangan Internazionale.

Debut Combi
Selanjutnya, orang-orang mulai membicarakan sepakbola sebagai fenomena baru olah raga. Para pendukung antusias mendukung klub walau hasil pertandingan tidak sesuai keinginan mereka. Di tahun 1921, klub tereliminasi pada fase pertama grup bahkan pada 1922 dan 1933, klub berada pada posisi klasemen yang buruk di Grup Utara. Namun semua itu perlahan-lahan mulai berubah. Adalah Marchi II, seorang mantan pemain yang pensiun dan menjadi pelatih karena alasan kesehatan, menemukan sesuatu yang hebat. Hal itu terjadi saat ia menyaksikan sebuah pertandingan junior dan terkesima dengan penampilan seorang kiper. Namanya: Giampiero Combi! Segera setelah itu, ia direkrut dan pada umur 18 tahun di tahun 1923, ia telah berhasil masuk sebagai tim inti.

1923 - 1929 AWAL TAHUN ’20-AN DAN GELAR KEDUA
Presiden klub Edoardo Agnelli
Pada 24 Juli 1923 Edoardo Agnelli, anak dari pendiri FIAT, terpilih sebagai presiden klub. Pada masa itu, klub mempunyai lapangan sepakbola pribadi selama kurun waktu setahun yang terletak di Corso Marsiglia, lengkap dengan tempat duduk terbuat dari batu bata. Tim menjadi lebih kuat dari sebelumnya dimana tim kedatangan bek hebat, Viri Rosetta dari Pro Vercelli. Tim terdiri dari kiper Combi, winger Munerati, Gabbi dan Bigatto, dan seorang penyerang tengah lincah Pastore (yang akhirnya beralih profesi menjadi aktor). Sementara itu, klub pertama kali dalam sejarah ditangani seorang manajer yaitu Jeno Karoly yang berasal dari Hungaria.

Scudetto Kedua
Manajer Karoly boleh saja sebagai dalang dari kesuksesan klub, namun aktor penting dibalik itu semua ada pada diri seorang pemain Hungaria, Hirzer. Selain itu, dalam perebutan title melawan Bologna, Juve harus memainkan partai ulang setelah di dua partai final sebelumnya kedua tim bermain seri. Pada 2 Agustus bertempat di Milan, Juve akhirnya berhasil memenangi gelar setelah menglahkan Bologna 2-1. Namun kegembiraan tidak berlangsung lama karena beberapa hari sebelumnya, Karoly, sang manajer meninggal dunia secara mengejutkan karena serangan jantung.

Dari Hirzer ke Orsi

Musim selanjutnya berjalan hampir mirip dengan musim sebelumnya. Setelah beberapa kali memetik kemenangan, namun akibat penampilan buruk di semifinal group, Juve terpaksa merelakan posisi pertama kepada Torino. Selain itu, Juve juga kehilangan sang aktor, Hirzer, akibat terganjal peraturan liga. Masuknya Cavenini III, yang sebelumnya cemerlang bersama Inter tidak banyak membantu karena usianya yang sudah uzur. Walau penampilan mereka tidak bisa dibilang jelek, Juve tetap saja tidak mampu menyaingi keperkasaan Bologna dan Inter Milan di 2 musim berikutnya.
Pada akhir tahun 20-an, Liga Serie A berubah format menjadi 1 grup. Ini membuat sepakbola menjadi semakin kompetitif dan dampaknya bagi Juve sangat signifikan. Mereka melihat ini sebagai peluang untuk kembali ke persaingan juara. Untuk itu, mereka menambah beberapa amunisi baru seperti, Caligaris, Cesarini, dan Raimundo Orsi. Nama terakhir merupakan pemain kelahiran Argentian namun mempunyai darah Italia dan ia terkenal setelah bermain bagus bersama timnas di ajang Olimpiade.

1930 - 1935 LIMA TITEL BERUNTUN (1930 - 1935)
Bergabungnya Ferrari, Vecchina dan Varglien II
Dalam rentang periode antara 1930-1935, sepakbola Italia menjadi saksi lahirnya sebuah klub yang mampu memenangi 5 gelar scudetto berturut-turut: Juventus. Tim ini menjadi legenda se-antero Italia dengan sebutan “Italy’s girlfriend”. Di bawah kepemimpinan Agnelli dan wakilnya, Baron Giovanni Mazzonis di Pralafera, Juve menjelma menjadi klub populer. Perubahan format kompetisi menjadi 1 grup (Liga Serie A) membawa perubahan signifikan bagi sepakbola Italia, pun bagi Juve. Dengan skuad yang terdiri dari beberapa pemain hebat seperti; Mumo Orsi, Cesarini, Varglien, Giovanni Ferrari, Vecchina dan trio legendaries Combi-Rosetta-Caligaris, Juve menjadi tim solid yang siap menyaingi keperkasaan Ambrosiana Inter (nama lama Inter Milan).
Di musim beikutnya, Juve melesat sendirian memimpin klasemen. Salah satu kejutan terbesar ialah saat mereka kalah 0-5 dari Roma pada 15 Maret 1931. Namun, tim segera melupakan kekalahan tersebut dan berhasil bangkit berhasil meraih titel juara setelah sebelumnya mengalahkan Inter di Turin.

Monti: sang penguasa pertahanan
Musim selanjutnya, tim di bawah asuhan manajer Carcano hanya perlu sedikit perubahan karena tim yang sudah ada tetap solid. Di lain pihak, Juve berhasil mendatangkan pemain anyar berposisi bek sayap: Luisito Monti. Dengan karakter pekerja keras dan tangguh, Monti menjelma menjadi salah satu bek tertangguh di Serie A musim ini. Di sisi lain, Juve menghadapi perlawanan ketat dari tim lain yang menjadikan mereka tim yang harus dikalahkan. Perlahan tapi pasti, mereka mulai menemukan bentuk permainan terbaik dan berhasil menduduki posisi pertama klasemen. Sementara itu, dalam pertandingan penting melawan Inter pada 17 Januari 1932, Oris dkk. berhasil memukul telak lawannya 6-2 dilanjutkan dengan membantai Roma 7-1 pada 6 Maret 1932. dan, pada 1 Mei , kemenangan 3-2 atas Bologna membawa Juve merebut scudetto 2 musim berturut-turut dan Orsi menjadi top skorer Liga dengan 20 golnya.
Musim berikutnya, Juve merekrut bek Bertolini dan pemain sayap Sernagiotto. Namun, pemain yang paling menyita perhatian muncul dari tim junior mereka: Felice Placido “Farfallino” Borel. Penyerang ini selalu membuat gol-gol penting bagi timnya dan di musim ini Juve berhasil finish di posisi pertama dengan 54 poin. Borel sendiri bermain fantastis dengan rekor 29 gol dalam 28 penampilan yang belum dapat disamakan hingga saat ini.

Stadion Baru dan gelar lanjutan
Musim 1933/1934, Juve sekali lagi sukses merebut scudettonya yang ke-empat secara beruntun dengan kontribusi Borel yang mencetak 31 gol dan 4 poin di atas Inter. Gelar di musim ini juga terasa lebih bermakna karena pesaing utama, Inter, merupakan tim terkuat saat itu termasuk bagi Juve yang tidak bisa mengalahkan mereka dalam duel langsung. Sementara itu, pada Februari 1934, Juve mempunyai stadion baru: New Comunale Stadium.
Terakhir, di musim 1934/1935, Juve merebut gelar scudettonya yang kelima beruntun bersamaan dengan Italia yang menjadi juara Piala Jules Rimet. Gelar terakhir dalam 5 tahun ini sayangnya tidak bisa dinikmati Combi yang telah gantung sepatu.

1935 - 1949 SEBELUM DAN SESUDAH PERANG DUNIA II
Musim 1937/1938, Juve bersama trio pertahanan mereka; Amoretti-Foni-Rava berjuang merebut titel dari Inter namun mereka akhirnya harus puas menjadi runner-up. Di musim ini mereka sukses menjuarai Piala Italia pertama mereka setelah di final mengalahkan Torino.

Debut Parola
Selanjutnya, setelah musim berikutnya bermain buruk dan hanya finish di posisi 8, Juve berhasil memperbaiki posisi menjadi ketiga di musim selanjutnya. Salah satu hal yang penting di musim ini adalah debut dari salah seorang pemain muda mereka yang berposisi bek: Carlo Parola. Setelah berada di posisi 6 musim 1940/1941, mereka merebut Piala Italia kedua mereka di musim berikutnya. Di periode ini, Italia ikut Perang Dunia II dan ini membuat jalannya Liga menjadi terhambat.

Liga pada masa Perang
Sepakbola Italia terus berlangsung saat masa perang berjalan. Pada 1944, Juve ikut serta dalam sebuah turnamen lokal, yang akhirnya urung diselesaikan. Pada 14 Oktober, Liga kembali bergulir dan ditandai dengan derby Torino v Juventus. Torino yang saat itu mendapat sebutan “Grande Torino” kalah 2-1 dari Juventus. Namun di akhir musim justru Torino berhasil juara. Pada jeda musim panas, sebuah peristiwa penting terjadi di Juve pada 22 July 1945, Giannin Agnelli mengambil alih posisi presiden klub, meneruskan tradisi keluarga Agnelli. Dalam kepempinannya, Agnelli mendatangkan Giampiero Boniperti dalam jajaran staffnya. Ditambah amunisi baru seperti, Muccinelli dan tombak asal Denmark John Hansen.

1949 - 1957 GELAR PERTAMA BONIPERTI
Gelar juara telah diukir
Musim panas 1949, tragedy menimpa Torino. Para anggota tim mereka tewas dalam kecelakaan pesawat yang dikenal dengan “tragedy Superga”. Hal ini membuat Juventus mengambil alih kekuasaan liga. Dengan kedatangan skuad baru seperti, kiper Giovanni Viola, bek Bertucelli,Piccini, dan penyerang Vivolo, mereka mencoba merebut juara liga. Setelah merengkuh serangkaian kemenangan, pada 5 februari 1950 mereka menderita kekalahan telak 7-1 dari AC Milan di depan public sendiri. Namun, Juve berhasil bangkit dan berhasil memenangi gelar liga ke 8 mereka 4 minggu sebelum musim usai dengan torehan 100 gol/musim dan kemasukan 43; penyerang Hansen menjadi top skorer dengan 28 gol.

Martino pergi, Juve lakukan tur ke Brazil
Tahun berikutnya keadaan sedikit memburuk dengan hengkangnya sayap mereka, Martino ke Argentina. Lalu, perjalanan mereka di liga domestik tidak mulus dan banyak membuang poin di pertandingan mudah. Bulan Juni, mereka melakukan tur uji coba ke Brazil dan mencapai final sebelum kalah dari Palmeiras di Maracana.

Gelar di tahun 1952 bersama pemain Hungaria Sarosi
Juve mengganti manajer mereka dengan pria Hungaria, Sarosi. Di tahun ini, Juve berhasil memenangi scudetto ke 9 mereka dengan koleksi 60 poin, 98 gol dan 34 kemasukan. Dua musim berikutnya skuad bertambah kuat namun mereka harus merelakan elar liga kepada Inter karena banyaknya pemain yang cedera dan kondisi tim yang tidak kondusif.

Puppo dan para pemain muda
Gianni Agnelli meninggalkan klub pada 18 September 1954. Tahun ini periode gelap Juve dimulai dengan hanya mampu finish di posisi 7. Musim berikutnya, di bawah arahan manajer Puppo yang mengandalkan skuad muda Juve mulai mencoba bangkit. Setelah serangkaian kekalahan karena skuad yang belum matang, pada November 1956 kabar baik berembus dengan masuknya Umberto Agnelli sebagai komisioner klub. Skuad menjadi kuat dengan kedatangan beberapa pemain hebat seperti Omar Sivori dan John Charles.

1957 - 1961 CHARLES AND SIVORI
Sivori dan Charles (1957 - 1961)
Kedatangan kedua pemain di atas menjadikan Juve semakin solid di bawah arahan manajer Ljubisa Brocic. Musim 1957-58 Juve meraih gelar juara ke-10 dengan kontribusi Sivori dan Charles. Charles juga dinobatkan sebagai top skorer dengan 28 gol. Musim berikutnya berjalan sebaliknya. Juve bermain inkonsisten dan hanya mampu finish di posisi 4, walau berhasil meraih gelar Piala Italia.

Kembalinya Cesarini
Renato Cesarini yang pernah menangani klub pada musim 1959-1960 kembali ke klub. Dan hasilnya bisa ditebak, Juve merebut kembali scudetto ke-11 mereka dengan 55 poin. Sivori kembali hebat dengan raihan 27 gol.
Musim 1960-1961 penuh dengan kejutan. Juve kedatangan lawan berat, Inter di bawah asuhan pelatih legendaries Helenio Herrera. Paruh pertama musim merupakan kabar buruk bagi Juve. Namun di paruh kedua mereka membuat kejutan dengan berhasil mempertipis jarak menjadi 1 poin dengan pimpinan klasemen,Inter. Di pertandingan penentu, Juve mengalahkan Inter dalam perebutan scudetto. Juve juara untuk ke-12 kalinya.

1961 - 1969 TAHUN “MOVIMIENTO” (MOVEMENT/PERGERAKAN)
Perpisahan Boniperti dan lahirnya formasi 4-4-2
Musim ini jadi musim terakhir Boniperti. Juve mencoba peruntungan di kejuaraan Eropa namun terhenti oleh Real Madrid. Umberto Agnelli tinggalkan klub dan digantikan oleh seorang insinyur bernama Vittore Catella. Agustus 1962, Amaral dari Brazil menjadi manajer dan Juve bermain dengan formasi anyar 4-4-2. Namun di liga, mereka terpuruk di urutan kedua di bawah Inter.

Piala Alps dan perpisahan Sivori
Musim panas 1963, Juve merebut Piala Alps, gelar internsional pertama mereka, di Swiss. Amaral hengkang digantikan oleh Eraldo Monzeglio dan pada 1964 diganti lagi oleh orang Paraguay, Heriberto Herrera. Ia menerpkan latihan keras dan suatu pola baru yang yakni moviento (pergerakan tanpa bola). Mereka berhasil merebut Piala Italia. Musim selanjutnya, Sivori pindah ke Napoli dan Juve berjuang di papan atas namun mengakhiri kompetisi di posisi kelima.
Musim 1966, Juve merebut gelar ke-13 mereka di saat-saat akhir dengan menyalip Inter Milan. Mereka juga bermain di kompetisi Eropa namun kembali gagal.

1969 - 1976 AWAL TAHUN 70-AN
Awal tahun 70-an
1969: pelatih Heriberto Herrera digantikan Luis Carniglia dan beberapa pemain baru, Marchetti, Morini, Furino, Roberto Vieri dan Lamberto Leonardi, direkrut. Tim berjuang dari awal untuk beradaptasi dengan taktik baru. Setelah beberapa lama, terjadi perubahan besar di tim, Boniperti naik sebagai Direktur Pelaksana dan Italo Alodi sebagai Direktur Umum sementara Ercole Rabitti menggantikan Carniglia. Tim mulai beranjak naik memperbaiki posisi dan berusaha mengejar Cagliari dengan berhasil menorehkan 8 kemenangan beruntun. Namun hal itu sudah terlambat karena Cagliari dengan andalannya Gigi Riva hanya butuh hasil seri saat melawan Juve untuk meraih titel dan mereka berhasil melakukannya.
Pada musim selanjutnya, tim dirombak. Haller dan Salvadore menjadi satu-satunya pemain yang dipertahankan dan Juve merekrut beberapa pemain muda seperti, Spinosi, Capello dan Landini dari Roma. Sementara itu, Franco Causio dan Roberto Bettega pulang dari masa pinjamannya di Palermo dan Varese. Armando Picchi didaulat sebagai manajer tim namun tidak lama kemudian ia mengundurkan diri karena sakit.
Paruh pertama musim, Juve belum stabil dalam permainan dan di paruh kedua mereka berhasil kembali ke performa terbaik terutama saat mencapai final Fairs Cup (cikal bakal Piala UEFA) namun kalah dari Leeds United. Saat itu, Juve ditangani manajer Vycpalek. Musim 1971/72, pekan ke-4, Juve kalahkan AC Milan 4-1 di San Siro ditandai permainan apik Bettega dan Causio. Namun beberapa saat kemudian, mesin gol Bettega harus istirahat karena sakit dan posisi pertama klasemen milik Juve menjadi terancam. Untungnya mereka berhasil konsisten dan merebut scudetto ke-14 mereka.
Musim selanjutnya mereka kedatangan kiper legendaries Dino Zoff dan Jose Altafini dari Napoli. Di musim ini, Juve dihadapkan pada jadwal pada Liga dan kompetisi Eropa. Setelah berjuang samai menit akhir, Juve berhasil menyalip AC Milan, yang secara mengejutkan kalah dipertandingan terakhir mereka, dan merebut scudetto ke-15. Namun, di kompetisi Eropa, mereka kalah dari Ajax yang domotori Johan Crujff di Final Piala Champions di Belgrade.

Kembalinya Parola
Musim 1973/74: Juve mengawali musm dengan buruk, dan ditambah tereliminasi di kompetii Eropa walau telah merekrut Claudio Gentile dari Varese. Di akhir musim, Juve finish kedua di bawah Lazio. Akan tetapi di tahun berikutnya, Juve kembali ke puncak. Setelah kembalinya eks pemain mereka Carletto Parola sebagai manajer ditambah pemain baru, Damiani dan Scirea, Juve merebut scudetto pada 18 Mei saat menhancurkan Vicenza 5-0. di musim 1975/76, keadaan sama persis: Juve memimpin dan tim lain berusaha mengejar, diantaranya Torino. Setelah musim berjalan mendekati akhir, Juve kehilangan konsentrasi dan terpaksa merelakan gelar kepada Torino.

1976 - 1982 GELAR TRAPATTONI
Rekor Gelar
1976-77. Torino sebagai juara bertahan mendapat lawan sepadan dari Juventus yang hampir seluruh timnya dirombak. Trappattoni masih menjadi manajer klub dengan Boninsegna dan Benetti sebagai pemain baru menggantikan Anastasi dan Capello. Juventus memulai musim dengan baik namun Torino berhasil menyalip pada saat keduanya betemu di derby. Akan tetapi, pada pekan 12, Juventus berhasil menyamakan poin dengan Torino. Keduanya bertarung ketat hingga akhir musim. Pada pekan ke 26, poin kedua tim sama dan pekan berikutnya Juventus berhasil unggul satu poin dan mempertahankannya sampai akhir musim. Pada akhir musim, melalui gol Bettega dan Boninsegna saat melawan Sampdoria membuat Juventus merebut scudetto dengan 50 poin unggul 1 poin atas Torino. Beberapa hari sebelumnya, Juventus baru saja memenangi Piala UEFA pertama mereka dengan mengalahkan Bilbao.

1978, masih pertama
Musim berikutnya, 1977-1978, Juventus yang ikut serta kembali di kejuaraan Eropa, mendatangkan beberapa muka baru seperti, Virdis, Fanna, dan Verza. Juventus bermain konsisten dan hanya Vicenza yang menguntit mereka. Paruh pertama musim, Juve unggul 2 poin dari Torino, 3 poin dari Vicenza, dan 4 poin dari AC Milan. Setelah itu mereka bermain dengan baik dan bermain seri saat derby, menahan 2-2 Inter Milan setelah tertinggal 2-0 pada 8 April. Akhirnya, hasil imbang dengan Roma satu pekan sebelum akhir musim membawa mereka merengkuh scudetto ke 18 mereka.

Dua tahun masa transisi
Musim panas musim 1978, Juventus kehilangan kesempatan untuk merekrut Paolo Rossi, salah satu pemain terbaik Piala Dunia asal Argentina, dari Vicenza. Musim ini tidak seperti musim sebelumnya dimana mereka memulai musim dengan buruk baik di liga maupun di kejuaraan Eropa. Juventus berhasil mencuri 3 poin dari AC Milan dengan kemenangan 1-0 namun sesudahnya mereka kembali bermain tidak konsisten dan akhirnya menyerahkan gelar juara ke tangan AC Milan. Pada musim selanjutnya, Juventus merekrut Bodini, Tavola, Prandelli, dan Marocchino dari Atalanta. Paruh pertama musim, Juve berada di papan tengah namun berhasil mengejar Inter dengan empat kemenangan beruntun. Akan tetapi, Inter akhirnya sulit dikejar dan sekali lagi gelar juara lepas dari genggaman. 1980-1981, Juventus mulai membangun kekuatan di awal bulan Desember dengan menahan seri Roma 0-0. Pekan ke-20, Roma berhasil menguntit Juve di posisi puncak dan Napoli juga mengejar.
Pada 10 Mei, Juve dan Roma bermain seri dalam pertandingan yang sarat kontroversi, dan setelahnya Juve berhasil menang atas Napoli dan Fiorentina sekaligus merebut gelar di detik-detik terakhir.1981-82, salah satu musim terbaik Juve. Dimulai dengan enam kemenangan beruntun, Juve mulai meninggalkan jauh lawan-lawannya. Namun, akibat serangkaian hasil buruk mereka mulai kedodoran. Pada akhirnya, Juve dan Fiorentina yang mempunyai poin sama hingga sampai pekan terakhir mereka harus memainkan partai penentu. Di pertandingan itu, Juve berhasil menang atas Catanzaro melalui penalty Liam Brady sedang Fiorentina ditahan seri Cagliari. Dengan hasil ini, Juve kembali merebut scudetto.

1982 - 1986 ERA PLATINI
Kekecewaan di Athena
Setelah 6 pemainnya ikut andil dalam timnas Italia yang menjuarai Piala Dunia 1982, ditambah dengan kedatangan mega bintang Prancis Michele Platini, Juventus kembali difavoritkan di musim 1982-83. Namun Juventus yang juga disibukkan dengan jadwal kejuaraan Eropa memulai kompetisi dengan lambat. Hal itu ditunjukkan dengan menelan kekalahan dari Sampdoria di pertain pembuka musim serta menag dengan tidak meyakinkan atas Fiorentina dan Torino. Sementara di Eropa, mereka berhasil menyingkirkan Hvidovre (Denmark) dan Standard Liege (Belgia) di penyisihan. Akan tetapi, Juventus kembali ke trek juara di musim dingin bersamaan keberhasilan mereka menembus perempat final Liga Champions. Selanjutnya, kemenangan atas Roma melalui 2 gol dari Platini dan Brio membuat jarak keduanya berselisih 3 poin dengan Roma di posisi puncak. Namun, karena konsentrasi Juve terpecah antara Serie A dan Liga Champions akhirnya tidak berhasil mengejar AS Roma yang menjadi juara. Juventus seharusnya bisa menumpahkan kekecewaannya di Liga saat mereka bertemu Hamburg di final Liga Champions tapi hal itu tidak terjadi. Berada di posisi kedua di kompetisi domestic dan Eropa, Juventus akhirnya berhasil merebut gelar penghibur saat menjuarai Piala Italia dan Piala Interkontinental.

1984- Sejarah gelar ganda
Musim panas 1983, Juve kehilangan dua pilar inti mereka. Dino Zoff gantung sepatu di usia 41 tahun sedangkan Bettega beralih ke Kanada untuk mengakhiri karirnya di sana. Pemain lain seperti Fanna, Galderisi, Morocchino dan Virdis juga meninggalkan klub. Juve merekrut kiper baru dari Avellino: Stefano Tacconi dan Beniamino Vinola dari klub yang sama. Sementara Nico Penzo menjadi pendampong Rossi di lini depan. Juve pada saat itu berkonsentrasi penuh di dua kompetisi, Liga dan Piala Winner. Hasilnya, melalui penampilan yang konsisten sepanjang musim, Juve merengkuh gelar liga satu minggu sebelum kompetisi usai. Dan gelar ini ditambah gelar lainnya di Piala Winner saat mereka mengalahkan Porto 2-1 di Basel pada 16 Mei 1984. Dua gelar ini sangat bersejarah dan merupakan prestasi bagi kapten klub Scirea dan kawan-kawan.

Raja di kompetisi Eropa
1984-85. Juve kedatangan banyak muka baru diwakili Briaschi dan Favero. Namun permainan mereka menjadi inkonsisten. Kekalahan dari Inter pada 11 November membuat mereka memutuskan untuk berkonsentrasi di Eropa. Pada bulan Januari, Juve merengkuh gelar Piala Super Eropa setelah mengandaskan Liverpool 2-0. Di Liga Champions, Juve berhasil melaju sampai final. Kembali ke liga, kemenangan Juve atas Inter dan Torino membuat Verona, tim kejutan musim itu, menjuarai liga. Dan akhirnya pada 29 Mei 1985, bertempat di Bruxelles, Juve mementaskan partai final Liga Champions. Setelah sebelumnya diwarnai tragedi berdarah antar supporter, Juve akhirnya berhasil meraih trofi Eropa melalui penalty Michael Platini di malam yang penuh dengan tragedi.
1985-86. Juve memulai musim dengan sempurna melalui 8 kemengan beruntun. Hasil ini membuat persiapan mereka di Piala Interkontinental pada 8 Desember di Tokyo, Jepang menjadi maksimal sekaligus merebut gelar di sana. Di liga, Juve bersaing ketat dengan Roma hingga poin keduanya sama di sisa 2 pekan terakhir. Namun kejutan terjadi saat Roma menelan kekalahan dari tim yang sudah terdegradasi, Lecce sementara Juve menang atas AC Milan. Pekan terakhir tidak merubah apapun dan Juve merebut gelar juara liga dengan Platini menjadi top skorer klub dengan 12 gol.

1986 - 1990 JUVENTUS ARAHAN ZOFF: RATU PIALA
Musim terakhir Platini
1986-87. Trapattoni meninggalkan Juventus dan bergabung ke Inter setelah melatih selama 10 tahun. Posisinya digantikan oleh Rino Marchesi. Dampaknya, beberapa perubahan terjadi di skuad Juve; Vignola kembali dari masa pinjaman, bek Solda direkrut dari Atalanta dan bocah 17 tahun Renato Buso didatangkan dari tim junior klub. Sementara ikon klub, Platini yang kelelahan sehabis membela negaranya di Piala Dunia Meksiko menandatangani kontrak 1 tahun dan akan pensiun saat kontraknya berakhir pada akhir musim. Di liga, Juve memulainya dengan 3 kemenangan dan hasil seri lawan AC Milan. Sementara di Liga Champions, setelah melewati hadangan klub medioker Valur, Juve bertemu lawan super berat, Real Madrid yang dihuni oleh bintang-bintang seperti Butragueno, Sanchis dan Gordillo. Juve pun akhirnya menyerah melalui adu penalti. Kembali ke liga, Juve masih terkena dampak tereliminasi di kejuaraan Eropa dan menelan kekalahan dari Napoli yang saat itu diperkuat megabintang Diego Maradona. Hasil ini menjadi factor penentu karena saat keduanya kembali bertemu di San Paolo, Juve kembali kalah dan gelar Scudetto direbut Napoli yang merupakan gelar pertama bagi mereka. Musim itu, Juventus finish di posisi kedua.

Dari Rush hingga kembalinya Zoff.
1987-88. Setelah kehilangan Platini, Juve juga kehilangan Lionel Manfredonia yang kontraknya tidak diperpanjang serta Aldo Serena yang kembali ke klub lamanya, Inter. Sementara itu, pemain baru banyak berdatangan seperti Alessio dan Bruno dari Como, Tricella dan De Agostini dari Verona, dan Magrin dari Atalanta serta yang paling utama: Penyerang tengah Wales Ian Rush dari Liverpool.
Akan tetapi, musim ini merupakan kekecewaan bagi Juventus. Setelah tereliminasi dari UEFA Cup di musim gugur, Juventus tersendat di liga. Akhirnya, dengan susah payah mereka berhail merebut tiket ke Eropa setelah menang adu penalti di play-off lawan Torino.
1988. Dino Zoff meninggalkan posnya di timnas Olimpiade Italia dan bergabung sebagai manajer baru Juventus. Sementara, Ian Rush, Vignola, Alessio dan Bonini dijual ke klub lain. Posisi mereka digantikan pemain baru seperti Rui Barros asal Portugal, Altobelli, pemain muda menjanjikan Marocchi, dan pemain Rusia pertama di Italia, Alexandr Zavarov. Musim dimulai, Juve langsung melesat sebelum akhirnya takluk dari Napoli 5-3. untuk beberapa saat, Juve membuntuti dengan ketat posisi puncak dan akhirnya kehilangan konsentrasi. Hal itu karena mereka harus membaginya dengan perjuangan mereka di Piala UEFA saat bertemu sesame Italia, Napoli di perempat final. Hasilnya, mereka tersingkir di babak perpanjangan waktu dan harus puas di posisi 4 klasemen liga.

Gol-gol Schillaci
1989-90. Juve merekrut pemain baru diantaranya: pemain timnas Rusia, Alejnikov, penyerang Schillaci dan Casiraghi, mantan bek timnas Dario Bonetti dan gelandang Fortunato. Sementara, Laudrup, Mauro, Magrin dan Favero dilego. Pemain baru yang menjadi perhatian adalah Schillaci. Atas kontribusinya, Juve melesat memimpin klasemen liga sebelum mereka kalah dari AC Milan. Walau berhail bangkit dengan menaklukkan Inter dan membalas AC Milan 3-0, pada akhir kompetisi mereka hanya mampu finis ketiga di belakang Napoli dan AC Milan. Namun keadaan berbalik 180 derajat di kompetisi Eropa. Tim arahan Zoff ini berhasil sampai ke final UEFA Cup untuk bersua tim sesame Italia, Fiorentin dalam all Italian final. Hasil akhir, Juve merebut gelar Piala UEFA kedua mereka dan menambahnya dengan gelar juara Piala Italia setelah mengalahkan AC Milan di final pada25 April melalui gol Galia.

1991 - 1994 AWAL TAHUN 90-AN
Maifredi yang meragukan
Piala Dunia yang berlangsung di Italia memunculkan nama bintang Juventus, Toto Schillaci sebagai pahlawan. Juve sendiri memulai musim kompetisi dengan menderita kekalahan telak dari Napoli 5-1 pada ajang Piala Super Italia. Pada musim ini, terjadi beberapa perubahan dimana Luca Cordero di Montezemolo ditunjuk sebagai wakil presiden. Juve mempunyai manajer baru bernama Gigi Maifredi dan skuad kedatangan pemain seperti Roberto Baggio, Thomas Haessler asal Jerman, bek Brazil Julio Cesar, Di Canio, Luppi dan De Marchi serta pemain muda potensial Corini dan Orlando.
Di musim ini, AC Milan menjadi klub yang menghentikan ambisi Juve menjadi juara. Di sisa akhir musim, mereka kalah dari Sampdoria di Marassi dan untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka gagal lolos ke Eropa setelah hanya mampu bertengger di posisi ketujuh klasemen. Sementara di Piala Winner, Juventus terhenti di semifinal dari tangan Bar
celona.

Kembalinya Trapattoni dan direkrutnya Kohler
Musim panas 1991 menjadi saksi kembalinya Giampiero Boniperti sebagai presiden Juventus. Sementara Trapattoni kembali menjadi manajer dan membawa beberapa perubahan di tim dengan keluarnya Haessler dan Fortunato. Sementara Juve membeli pemain asal Jerman Juergen Kohler dan Steffan Reuter selain Carrera, Conte, dan kiper muda Peruzzi. Dengan lini pertahanan yang kembali solid, Trap berhasil membawa Juve memuncaki klasemen liga. Selanjutnya, mereka bermain konsisten dan berhasil menahan imbang AC Milan. Akan tetapi, petaka dating saat mereka kalah dari Sampdoria dan meraih rentetan dua hasil imbang. Hal ini membuat AC Milan menyalip mereka dan menjauh. Juve finis di posisi kedua klasemen. Hal yang sama terjadi di Piala Italia dimana setelah berhasil menyingkirkan AC Milan di semifinal, mereka kalah dari Parma di final.

Piala UEFA, Vialli dan Roberto Baggio
Juve memulai musim ’92-’93 dengan target sama di musim sebelumnya. Nama besar seperti Schillacci, Tacconi dan Julio Cesar keluar dari tim. Sementara, Gianluca Vialli datang dari Sampdoria bersamaan dengan Moeller, Platt, dan Ravanelli serta Dino Baggio. Peruzzi dipromosikan sebagai kiper utama dan pemain berpengalaman Rampulla sebagai kiper cadangan. Namun, Juve tetap kehilangan konsistensi seperti musim lalu. AC Milan berhasil merebut banyak poin dan Juve tidak mampu mengejar mereka. Juve akhirnya berkonsentrasi penuh di Piala UEFA. Hasilnya tidak pun mengecewakan. Mereka melaju sampai final setelah sebelumnya mengalahkan PSG yang diperkuat George Weah. Di final yang memainkan system Home and Away, mereka tidak menemui kesulitan melawan klub Jerman, Borussia Dortmund dan trofi ketiga Piala UEFA masuk ke lemari klub. Sementara di liga, Juve finis di posisi empat dibelakang Inter dan Parma serta AC Milan yang menjadi juara.
Musim 1993-94, Juve memulainya dengan baik dan berhasil menundukkan Sampdoria yang diprkuat Ruud Gullit serta memenangi derby dengan Torino 3-2. Juve makin mantap mengejar posisi puncak melalui gol-gol Roberto Baggio, Moeller dan Ravanelli. Namun, setelah permainan spektakuler di paruh partama liga, Juve ditaklukkan pemuncak klasemen AC Milan dan hasil ini membuat mereka gagal menyalip dan melepas gelar juara ke klub kota Milan tersebut. Akan tetapi, di bagian akhir musim, pemuda 19 tahun milik Juve bernama Alessandro Del Piero memainkan partai debut di tim utama dan mencetak gol perdananya saat melawan Genoa. Hasil manis didapat Juve di akhir-akhir kompetisi dengan mengalahkan Inter 1-0 dan Lazio 6-1 untuk memastikan posisi runner-up.

1995 - 1998 KEMENANGAN LIPPI
1995, Debut Lippi
Musim panas 1994, Marcelo Lippi ditunjuk sebagai manajer baru Juventus. Ferrara, Paulo Sousa dan Deschamps merupakan wajah baru tim sedangkan Del Piero dipromosikan dari tim junior. Musim dimulai dengan cukup baik, dimulai dengan hasil imbang dan 2 kemenangan atas Bari dan Napoli. Lalu kemenangan dalam pertandingan yang cukup alot melawan Sampdoria lewat gol tunggal Di Livio. Juve mengakhiri paruh pertama musim dengan memimpin klasemen. Di paruh kedua, keadaan menjadi lebih baik bagi tim, dengan kemenangan tandang atas Sampdoria dan AC Milan, Juve terlihat akan memenangi liga dengan mudah. Namun, hal itu menjadi berantakan akibat tiga kekalahan beruntun yang membuat Parma berhasil menguntit ketat. Walau begitu, Juve berhasil lolos dari kejaran Parma saat keduanya bertemu di Delle Alpi dan Juventus meraih kemenangan mutlak 4-0 sekaligus memastikan gelar juara. Parma terbukti menjadi lawan tangguh saat itu dimana keduanya kembali bertemu di final Piala UEFA. Saat itu giliran Juventus yang harus menyerah. Juventus membalas di Piala Italia saat Vialli dkk. mengalahkan Parma di pertemuan mereka yang ke-2 di final.
Musim berikutnya, Juventus harus kehilangan Kohler yang kembali ke Jerman dan menggantikannya dengan bek berumur namun penuh pengalaman, Vierchowood. Kali ini mereka berkonsentrasi di kompetis domestik dan Eropa. Hal ini membuat perjalanan mereka di liga agak tersendat. Dan, setelah imbang 1-1 dengan AC Milan, mereka memutuskan untuk berkonsentrasi penuh di Liga Champions. Setelah menyingkirkan Madrid di perempatfinal dan Nantes di semifinal, mereka berjumpa Ajax pada 22 Mei 1996. Di pertandingan tersebut, kedua tim yang bermain imbang 1-1 selama 120 menit, hasil akhir harus ditentukan dengan duel adu penalty. Juventus menang 4-2 dan berhasil mengangkat trofi Liga Champions yang mereka idamkan. Setelahnya, mereka berhasil menambah trofi setelah merebut Piala Super Italia di bulan Januari, saat mengandaskan Parma 1-0 di Delle Alpi.

1997, Dari Boksic ke Vieri
Musim panas 1996 membawa beberapa perubahan bagi Juventus. Vialli dan Ravanelli pergi, dan Boksic, Vieri dan Amoruso menggantikan posisi mereka. 2 pembelian penting ada di posisi bek dan gelandang serang melalui Montero dan Zidane. Di musim ini, Juve berhasil meraih Piala Interkontinental di Tokyo, setelah gol tunggal Del Piero berhasil menyudahi perlawanan wakil Argentina, River Plate. Trofi bertambah setelah Juve meraih Piala Super Eropa saat membungkam wakil Prancis, Paris St. Germain. Kembali ke liga, dengan diwarnai kemengana sensasional 6-1 atas AC Milan, mereka kembali meraih scudetto setelah hasil imbang lawan Parma di Delle Alpi. Sayangnya, hasil ini tidak diikuti di Liga Champions dimana mereka kalah di final yang berlangsung di Munich oleh wakil Jerman Borussia Dortmund yang diperkuat mantan pemain mereka, Moeller dan Paulo Sousa.

1998, Del Piero dan Inzaghi: lumbung gol Juve
Pippo Inzaghi dan Edgar Davids merupakan pemain anyar Juventus di musim ’97-’98. Rival terberat mereka saat itu ialah Inter Milan yang diperkuat pemain terbaik dunia, Ronaldo. Hasil penentu terjadi saat lima kemenangan beruntun, dan hasil positif lawan AC Milan (4-1) dan gol semata wayang Del Piero dari titik putih saat lawan Inter membuat mereka secara matematis memenangi scudetto dua pekan sebelum musim berakhir. Sementara kejadian musim lalu terulang di Liga Champions saat mereka takluk dengan skor tipis 0-1 dari Real Madrid.

1999 - 2001 MASA KEPEMIMPINAN ANCELOTTI
Dari Lippi ke Ancelotti
Musim1998-1999: Juventus tidak banyak berubah namun para rival mereka, Inter dan AC Milan serta Lazio memperkuat skuadnya. Setelah memenangi dua pertandingan pertama, mereka kalah dari Parma namun berhasil bangkit dengan menglahkan Inter untuk kembalim memimpin klasemen. Pada 8 November saat bersua Udinese, Juve yang unggul 2-0 harus rela kehilangan 3 poin di menit-meint akhir. Situasi bertambah parah karena kapten tim, Del Piero cedera parah dan harus absen di sepanjang musim. Hasilnya bisa ditabak, permainan tim anjlok dan Juve hanya bisa berkutat di papan tengah walau saat itu sempat membeli Juan Esnaider dan Thierry Henry yang masih belia. Dan, hanya 2 kemenangan atas Lazio dan Fiorentina yang membuat posisi mereka aman di papan tengah. Di sisi lain, Juve harus rela bermain di Piala InterToto akibat kalah di play-oof lawan Udinese. Di akhir musim yang buruk ini, Lippi mengundurkan diri dan diganti Carlo Ancelotti yang sebelumnya sukses bersama Parma.
Selanjutnya di musim panas 1999, Juve memulai petualangan di bawah arahan Ancelotti di Piala InterToto. Beberapa nama baru direkrut: kiper asal Belanda, Van Der Sar, sayap belia Zambrotta, pemain Nigeria Oliseh dan bomber Serbia Darko Kovacevic. Seterusnya, setelah start di awal musim yang baik, Juve berhasil meneruskan performanya dengan mengandaskan Roma dan Inter Milan dan berhasil memimpin klasemen. Di lain pihak, Lazio menjadi rival terberat saat itu. Saat keduanya bertemu di Delle Alpi, pada 1 April 2000, mereka kalah dan terus kehilangan poin setelahnya. Akibatnya, posisi puncak diambil alih Lazio. Di pekan terakhir, Juve bertandang ke Perugia. Di pertandingan yang diwarnai hujan lebat, Juve harus menyerah dan membiarkan Lazio menyalip mereka ke tangga scudetto.
Musim berikutnya tidak jauh berbeda. Dengan Ancelotti masih memberi arahan dari bangku cadangan, Juve membeli penyerang asal Prancis David Trezeguet dari Monaco. Kompetisi saat itu didominasi oleh tim asal Roma lainnya, AS Roma. Juventus bermain inkonsisten dan meraih terlalu banyak hasil imbang. Akibatnya, Juve tidak berhasil mengejar Roma. Di saat keduanya berjumpa pada 6 Mei, Juve yang telah unggul 2-0 berhasil dikejar dan hasil akhir menjadi imbang 2-2. Sesudahnya, walau berhasil memenangi 5 pertandingan terakhir, Juventus tetap tidak bisa mengejar dan Roma menjadi juara dengan 75 poin, unggul 2 poin atas mereka. Sementara bomber anyar Juve, Trezeguet menjadi satu-satunya hal positif dengan berhasil mencetak 14 gol di sisa 6 pertandingan terakhir.

2002 - 2003 MEMASUKI MILLENIUM BARU
2002, Juve salip Inter Milan di detik-detik terakhir untuk meraih scudetto
Musim panas 2001: Juve merombak tim dengan Marcello Lippi kembali menangani tim. Buffon, Thuram, Nedved dan Salas merupakan pembelian terpenting saat itu. Namun, mereka harus kehilangan sang maestro, Zidane yang pindah ke Real Madrid.
Juventus memulai musim dengan 3 kemenangan namun terpeleset saat lawan Roma dan ditahan Torino 3-3. Setelah mengalami naik turun dan pada akhirnya tibalah saat penentuan. Di akhir musim, dua kemenangan atas Piacenza dan Brescia membuat jarak mereka dengan pimpinan klasemen Inter hanya tinggal 1 poin. Di pekan terakhir, Inter bertandang ke Lazio sedangkan Juve bertamu ke Udinese dan Roma, yang secara matematis masih bisa juara ditantang Torino di Delle Alpi. Hasilnya sungguh di luar dugaan: Juve tancap gas dan menutup pertandingan di lima belas menit awal, sedangkan Inter berjuang mengejar ketertinggalan atas Lazio namun hasil akhir tak berubah. Inter takluk dari Lazio dan Juve menjadi juara di detik-detik terakhir sekaligus menorehkan sejarah di scudetto ke-26 mereka.

2003, Nedved sang pemimpin
September 2002, juara bertahan Juventus memulai musim dengan beberapa perubahan. Mereka membeli Di Vaio di saat akhir penutupan transfer. Inter dan AC Milan memulai lebih baik namun pada bulan November mereka berhasil disalip. Juventus babat AC Milan 2-1 dan hancurkan Torino 4-0. Di penghujung musim, Juve menang atas Parma sedang Inter takluk dari Chievo dan Milan ditahan Lazio. Juve semakin dekat ke gelar juara saat mereka menang 3-1 atas Como dan 3-0 atas Inter arahan Cuper. Akhirnya, gelar juara itu diraih juga pada 10 Mei setelah hasil seri 2-2 dengan Perugia, 2 pekan sebelum musim berakhir, cukup membuat mereka merengkuh scudetto ke-27 mereka. Sementara itu, Juve hampir saja mencetak sejarah double winner saat berhasil menaklukkan Real Madrid untuk melaju ke final Liga Champions melawan AC Milan dalam All Italian Final. Sayangnya, tim asuhan Lippi tersebut kalah beruntung melalui adu penalty di final yang dilangsungkan di Old Trafford, Manchester itu.

Presiden Chiusano Wafat
Pada 15 Juli 2003, Juve membeli hak dari Stadion Delle Alpi untuk 99 tahun mendatang dari Dewan Kota Turin sehingga mereka berhak membangun stadion pribadi. Pada bulan Agustus, mereka berangkat ke USA untuk memainkan partai Piala Super Italia lawan AC Milan. Skor 0-0 setelah 90 menit, 1-1 setelah perpanjangan waktu, namun kali ini Juve memenangi duel adu penalty. Akan tetapi, kegembiraan klub tidak berlangsung lama. Sebuah kabar mengejutkan datang: Presiden klub Vittorio Caissotti di Chiusano meninggal dunia. Ia lalu digantikan oleh Franzo Grande Stevens, Wakil presiden dari FIAT. Setelah merengkuh Piala Italia, musim liga dimulai dengan buruk. Setelah bermain baik di paruh pertama musim, mereka tertinggal di belakang AC Milan dan AS Roma. Juventus juga kehilangan konsentrasi di Liga Champions, yakni tersingkir dari tim asal Spanyol Deportivo La Coruna dan juga gagal di final Piala Italia setelah kalah lawan Lazio. Di sisi lain, setelah kehilangan Chiusano, Juve juga kehilangan seorang figur penting klub: mantan presiden Umberto Agnelli meninggal pada 27 Mei 2004 akibat kanker paru-paru.

2004 - 2006 DUA GELAR TAMBAHAN
Emerson, Cannavaro dan Ibrahimovic
Musim panas 2004, Lippi pergi dan digantikan oleh Fabio Capello. Juve banyak merekrut pemain baru mulai dari Emerson (Roma), Cannavaro (Inter), Blasi (Parma) dan pemain Prancis Zebina (Roma) serta yang terpenting ialah bomber Swedia Ibrahimovic (Ajax). Juve memulai kompetisi dengan baik; Brescia ditaklukkan, Atalanta dan Sampdoria tidak berkutik dan satu hasil seri sebelum rentetan kemenangan. Di akhir November, Juve kehilangan 3 poin saat Inter berhasil mengejar ketertinggalan 0-2 menjadi 2-2 dan juga saat ditahan tim sekota Inter, AC Milan pada 18 Desember. Namun terlepas dari hasil ini, laju Juventus tak terhentikan. Kemenangan tandang atas AS Roma mendekatkan mereka ke gelar juara. Tapi Juve tersendat setelah kalah dari Inter di kandang dan pertandingan lawan AC Milan pada 8 Mei menjadi penentu gelar juara. Juventus menang melalui gol Trezeguet sekaligus merebut scudetto dengan unggul 7 poin atas posisi kedua, AC Milan dan 14 poin atas posisi ketiga, Inter Milan.

9 kemenangan beruntun
Setelah menambah amunisi dengan mendatangkan Mutu dan Chiellini serta Vieira, Juve memulai musim 2005-2006 dengan performa lebih baik. Mereka berhasil membukukan 9 kemenangan beruntun sebelum berakhir di tangan AC Milan. Segera setelahnya, para pemain Juve menunjukkan performa apik di awal musim dengan menundukkan Roma 4-1 dan Fiorentina 2-1 sekaligus meninggalkan para pesaing terdekatnya. Pada Februari 2006, Juventus yang saat itu berada di posisi pertama memenangi pertandingan super penting lawan Inter. Mereka hanya butuh hasil imbang lawan AC Milan di pertandingan berikutnya untuk memastikan gelar juara.
Sementara itu di Liga Champions, mereka harus takluk di perempatfinal dari tangan Arsenal (finalis saat itu) 0-2 dan 0-0. Di sisi lain, pada sisa akhir musim, Juventus dinyatakan terlibat dalam sebuah investigasi yang melibatkan petinggi mereka, Luciano Moggi dan Antonio Giraudo. Hal ini terbukti dari terungkapnya beberapa percakapan telepon oleh kedua orang tersebut kepada petinggi Federasi Sepakbola Italia. Skandal ini terungkap media dan segera public mengenalnya dengan nama skandal Calciopolli. Sementara itu, Moggi mengundurkan diri dari klub sehari setelah liga berakhir diikuti dengan Giraudo beberapa hari kemudian. Hal ini membuat perubahan besar-besaran di jajaran manajemen klub. Giovanni Cobolli Gigli terpilih sebagai presiden klub, dan Jean-Claude Blanc menjabat rangkap sebagai Direktur Pelaksana dan Direktur Umum. Skandal Calciopolli terus terkuak dan Juventus didakwa turun kasta ke “divisi lebih rendah dari Serie B”. Juve juga kehilangan gelar scudetto musim 2004-2005 dan 2005-2006. Dan, setelah melalui beberapa proses investigasi, Juve akhirnya terdegradasi ke Serie B dengan pengurangan 30 poin di awal musim, yang mana dikurangi menjadi 17 dan, setelah mendapat rekomendasi Komite Olimpiade Nasional, berkurang menjadi “hanya 9 poin” untuk musim 2006-2007.

2006 - 2007 KEMBALI KE JALUR JUARA
Kedatangan Didier Deschamps
10 Juli 2006: Juventus yang harus bermain di Serie B akibat skandal Calciopolli mendapat seorang manajer baru sekaligus mantan pemain mereka, Didier Deschamps. Beberapa pemain banyak yang hengkang namun tak sedikit yan bertahan seperti: Buffon, Del Piero, Trezeguet, Nedved dan Camoranesi. Pelatih Prancis ini juga mempunyai stok pemain muda yang mumpuni dalam diri Paro, Marchisio, Palladino dan Giovinco.
Juventus memulai petualangan pertama mereka di Serie B dengan hasil yang kurang mulus. Hal itu disebabkan lantaran mereka buta akan kekuatan lawan, pun dengan pengurangan 17 poin di awal kompetisi. Baru pada pekan ketiga semua hal itu berubah dimana mereka berturut-turut mengalahkan Crotone, Modena, Piacenza, Treviso, Triestina, Frosinone dan Brescia. Hasil ini membuat mereka beranjak ke posisi teratas dan semakin mendekati zona promosi ke Serie A.
Akan tetapi, sebuah tragedi naas terjadi saat mereka tengah meretas jalan kembali ke Serie A. Pada 15 Desember 2006, tepat sebelum pertandingan antara Juve melawan Cesena, 2 pemain muda mereka yaitu gelandang Alessio Ferramosca dan kiper Riccardo Neri mengalami kecelakaan saat tenggelam di danau buatan tempat latihan klub, dan membuat mereka meninggal seketika. Dengan kesedihan mendalam atas kejadian ini, Juve kembali ke lapangan dan berhasil meraih kemenangan atas Bologna yang didedikasikan kepada kedua pemuda tersebut.
Di bagian akhir musim, Juve mulai nyaman memimpin klasemen. Selain itu, dua rival terberat mereka Napoli dan Genoa mereka taklukkan masing-masing 2-0 dan 3-1. Dan, pada 19 Mei 2007, kemenangan besar atas Arezzo membuat mereka secara matematis promosi ke Serie A dan diikuti dengan kemenangan kandang atas Mantova yang membuat mereka memastikan menjadi juara Serie B. Di lain pihak, Deschamps memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya dengan Juventus. Giancarlo Corradini dipilih menangani tim sampai akhir musim dan pada 4 Juni, Juventus mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan manajer baru: Claudio Ranieri.

2007 - 2008 KEMBALI KE PAPAN ATAS
Kedatangan Ranieri
Musim panas 2007: Claudio Ranieri terpilih sebagai manajer baru Juve yang beru saja kembali ke Serie A dan bertugas membawa kembali klub ke kasta teratas liga secepatnya. Sementera dalam hal skuad terdapat banyak nama baru. Di pertahanan ada nama Criscito, Andrade, Grygera, Molinaro, sementara Tiago, Almiron, Nocerino, Salihamidzic mengisi lini tengah dan penyerang haus gol, Vicenzo Iaquinta. Juve memulai musim dengan menghancurkan Livorno 5-1 dan menunjukkan kepada lawan determinasi dan ketajaman lini depan mereka. Sepekan setelahnya, determinasi kembali ditunjukkan Juve saat menaklukan Cagliari 3-2. Namun setelahnya, mereka terpeleset setelah kalah di kandang sendiri dari Udinese melalui gol tunggal Di Natale. Akan tetapi, kekalahan tersebut tidak menggoyahkan mental Juve dan di pekan selanjutnya mereka sukses menahan favorit juara AS Roma 2-2 dan membantai Reggina 4-0. setelahnya lebih manis, mereka memenangi derby pertama musim itu melalui gol tunggal Trezeguet.

Menahan sang pimpinan klasemen
Laju kemenangan Juve terhenti pada 27 Oktober, yaitu saat kalah dari Napoli. Namun kekalahan tersebut dinilai lebih berbau kontroversial karena keputusan wasit yang tidak memberi penalti. Sesudahnya, Del Piero dkk. dengan cepat bangkit dan membungkam Empoli 3-0 dan, dengan permainan yang brillian, menahan laju kemenangan beruntun sang juara bertahan Inter Milan 1-1.

2008, start lambat Juve
Pada awal 2008, Juve mulai kehilangan poin penting saat melawan Catania, Sampdoria dan Cagliari. Namun akhirnya kembali meraih kemenangan atas Udinese dan AS Roma. Di transfer paruh musim, Juve merekrut Sissoko dari Liverpool untuk menambah daya gebrak lini tengah mereka. Masuknya pemain ini membuat Juve berhasil mempersempit jarak hanya menjadi satu poin dengan posisi kedua, AS Roma. Namun, di Reggio Calabria, sebuah keputusan controversial wasit lagi-lagi membuat mereka takluk dari Reggina 1-2. Hasil ini membuat mental tim jatuh dan hasil imbang di derby dan takluk dari Fiorentina di kandang sendiri membuat posisi mereka untuk ke Liga Champions musim depan terancam. Akan tetapi, memasuki bulan Maret, situasi berubah positif. Diawali kemenangan atas Genoa, lalu Napoli, dan bahkan mereka berhasil mengalahkan pimpinan klasemen Inter Milan 2-1 dengan penampilan yang luar biasa.
Di akhir musim, Juve meraih hasil beragam. Kalah dari Palermo (diantaranya ditentukan oleh peforma bagus dari pemain masa depan Juve, Amauri), lalu menang atas AC Milan yang saat itu baru saja menjuarai Piala Dunia Antar Klub. Setelahnya, tiga kemenangan atas Parma, Atalanta dan Lazio mengamankan tempat ketiga buat mereka. Sementara kapten Juve, Del Piero ditahbiskan menjadi top skorer dengan 21 gol, satu gol lebih banyak dari tandemnya, David Trezeguet.

Popular Posts